Zay Muttaqin

December 9, 2010

Surat Dari Leiden: Sebuah Testimonial Tentang Konsep Kepemimpinan Entrepreneurship dan Peningkatan Mutu Manusia di Banten

Filed under: Banten is All About — E.Zaenal.Muttaqin @ 12:13 pm

Oleh : E.Zaenal.Muttaqin

Pendidikan Dalam Islam

Permulaan Islam sebagai sebuah agama dan ajaran dimulai ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama (Surat al-‘Alaq) berupa anjuran dan perintah untuk membaca yaitu “Iqra” , yang secara harfiah bermakna “membaca” dan menelaah, namun secara terminology apabila dikaji secara komprehensif dan mendalam maka kalimat pertama wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad tersebut adalah sebuah perintah bukan hanya semata untuk membaca tetapi belajar dan menelaah, dalam konteks yang lebih lanjut surat pertama ini menerangkan betapa manusia dan ilmu pengetahuan memiliki relasi yang begitu erat, karenanya surat ini menjadi wahyu pertama.

Tidak hanya sekali al-qur’an menyinggung mengenai pentingnya sebuah pendidikan tetapi di banyak surat dan ayat juga terdapat anjuran dan keterangan yang menyinggung tentang pentingnya manusia berilmu pengetahuan, disamping itu juga pendidikan dan berilmu pengetahuan dalam konsep islam mengandung gagasan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT yaitu agar mengetahui seluruh ciptaannya dan segala sesuatu yang ada di dunia. Konsep tersebut tertuang dalam surat al-Muja>dalah ayat 11 “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadalah: 11).

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa antara kecerdasan intelektual/ ilmu pengetahuan dan spiritual/keimanan menjadi kesatuan yang tuh dalam rangka mencapai tujuan mulia, pencapaian derajat yang tinggi di hadapan Allah. Artinya adalah ilmu saja tidak cukup untuk mengantarkan manusia menjadi makhluk yang berperadaban dan mempunyai derajat tertinggi di hadapan Allah. Maka dalam ayat tersebut secara eksplisit dapat dipahami bahwa untuk mencapai derajat yang tinggi dibutuhkan paling tidak dua variable yaitu ilmu pengetahuan dan kedalaman keimanan seseorang. Jika kedua variable tersebut telah ada dalam diri seseorang, maka sangat dimungkinkan derajatnya akan dimuliakan oleh Allah Swt. (more…)

July 20, 2010

Asal Usul Gelar Entol di Banten

Filed under: Banten is All About — E.Zaenal.Muttaqin @ 10:06 am

Banten sebagai sebuah wilayah yang dahulu kala merupakan pusat peradaban dan kerajaan yang sangat maju dan cukup diperhitungakan, tentuanya memiliki berbagai keanekaragaman sejarah dan budaya. seperti halnya pada komunitas kebudayaan lainnya, Banten pun memiliki strata sosial yang cukup bervariasi yang berasal dari sejak masa kesultanan maupun sebelum masa kesultanan Banten. ada beberapa kategori gelar atau nasab yang mengidentifikasi bahwa gelar tersebut adalah berasal dari Banten, antara lain, Tubagus, Ratu, Raden, Mas, Nyimas, dan Entol. kalangan bangsawan keturunan sultan Banten bergelar tubagus dan ratu, sedangkan untuk gelar bangsawan yang tidak memiliki darah keturunan dengan sultan bergelar mas, nyimas, entol, dan beberapa gelar lainnya yg termasuk dalam kategori bangsawan bukan dari keturunan sultan.

setiap gelar memiliki riwayat dan asal usul yang berbeda-beda, karenanya dalam tulisan ini akan hanya mengetengahkan asal-usul gelar Entol. menurut satu riwayat dan cerita yang paling kuat dan paling dipercaya, yang juga saya dapatkan dari lembaran surat kabar tua “Surosoewan” yang terbit tahun 1929 di Rangkasbitung, Gelar tersebut adalah pemberian Sultan Maulana Hasanudin. Pada masa penyebaran Islam tengah berlangsung di Banten yang disebarkan oleh Maulana Hasanudin yang juga sampai ke daerah di dekat gunung Pulosari, dan di tempat tersebut terdapat sebuah komunitas penduduk asli yang masih memeluk ajaran leluhur kuno yang bernama “Denggung” (nama tersebut adalah nama yang diyakini, meskipun terdapat banyak versi) dan diketuai oleh sorang kepala suku bernama Ki Andong Mohol yang kemudian hari berganti nama Ki Djamang Bulu.

Ki Andong Mohol telah mendengar kabar datangnya seorang penyebar agama Islam yaitu sang Sultan, ia tertarik untuk bertukar fikiran dan akhirnya tertarik untuk mengabdi kepadanya dan memeluk Islam bersama-sama dengan kaumnya. Ki Andong Mohol juga turut membantu syiar Islam di daerah tersebut. seperti halnya ssesorang yang berdakwah tentu saja tidak luput dari pertentangan dan perlawanan dari kelompok pribumi lainya, hal ini juga dialami oleh sultan dan Ki Andong yang saat itu menghadapi perlawanan dari Ki Dago Satru yang memiliki kesaktian dan jimat yang berupa bedug yang apabila ditabuh dapat melemahkan hati setiap orang dan tidak akan berani untuk melawan. tentu saja sang sultan sangat kebingungan dalam menghadapi musunya tersebut, karena Ki Dago menghasut masyarakat untuk tidak memeluk Islam. pada suatu pertemuan Sultan memanggil para pembantu-pembantunya dan menyatakan kepada mereka siapa yang mampu untuk menghentikan aksi dari Ki Dago yang semakin membahayakan, kemudian Ki Andong memberanikan diri untuk mengemban tugas tersebut.

Ki Andong dengan pasukannya akhirnya berperang dengan Ki Dago dan pasukannya, meskipun memiliki kesaktian dan jimat yang ampuh terepi Ki Dago dapat dikalahkan oleh Ki Andong dengan kesaktian yang tentunya lebih hebat. mendengar hal tersebut, sultan meras senang dan sangat bangga dengan pembantunya tersebut, karena dengan begitu rintangan terberat dalam menyebarkan Islam dapat dilalui. Tidak lama setelah itu, sultan mengumpulkan Ki Andong dan pembesar-pembesar kaumnya seraya mengutarakan kekagumannya terhadap kehebatan dan keajaiban yang mereka miliki, dengan begitu sultan menghadiahkan gelar Entol untuk setiap anak laki-laki dan Ayu kepada anak perempuan bagi kaum dan keturunan Ki Andong. karena pengabdian yang tinggi kepada sultan sejak saat itu mereka memakai gelar tersebut terhadap anak cucu mereka dan gelar kamonesan (keajaiban) bagi kaum tersebut yang akhirnya tempat mereka tinggal di beri nama Menes oleh sultan yang saat ini nama tersebut menjadi nama daerah Menes di kabupaten Pandeglang.

Blog at WordPress.com.